Gugatan Sekda Jatim ke PTUN, PKN Nilai Ujian Transparansi Keuangan Negara
SIDOARJO || – Kontroversi seputar akses informasi publik dan transparansi pengelolaan keuangan negara di Jawa Timur terus berkembang. Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jatim baru-baru ini mengajukan gugatan terhadap putusan Komisi Informasi (KI) yang sebelumnya mengabulkan permohonan informasi publik dari Pemantau Keuangan Negara (PKN), sebuah lembaga kontrol sosial.
Sidang pertama gugatan dengan nomor register 98/G/KI/2024/PTUN.SBY digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya pada Rabu, 15 Oktober 2025. Dalam sidang ini, kedua belah pihak, yaitu Pemohon Keberatan (Sekda Jatim) dan Termohon Keberatan (PKN), memberikan klarifikasi atas sengketa informasi yang sedang berlangsung.
Gugatan ini diajukan sebagai tanggapan terhadap Keputusan Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Timur Nomor 4/VII/KI-Prov Jatim-PS-A-M/2025 tanggal 31 Juli 2025 yang mengabulkan permohonan informasi publik yang diajukan oleh PKN.
Patar Sihotang, Ketua Umum PKN, dalam pernyataannya mengatakan bahwa gugatan ini menggambarkan upaya dari badan publik untuk menghalangi transparansi. "Jika Sekda sampai menggugat keputusan KI, ini menunjukkan adanya resistensi terhadap keterbukaan dan pengawasan masyarakat atas pengelolaan keuangan negara," kata Patar di PTUN Surabaya.
PKN menganggap langkah gugatan ini mencerminkan upaya yang menghambat hak masyarakat untuk mengetahui informasi yang penting terkait pertanggungjawaban keuangan negara. Hal ini, menurut PKN, bertentangan dengan semangat UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) serta PP Nomor 43 Tahun 2018 yang mendukung peran serta masyarakat dalam mencegah korupsi.
Patar optimistis bahwa dengan bukti dan data yang ada, PTUN akan memutuskan sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi.
Di sisi lain, Masrul, perwakilan dari Sekretariat Daerah Provinsi Jatim, mengemukakan sejumlah alasan keberatan terhadap permohonan informasi tersebut. Argumentasi keberatan tersebut antara lain:
Permintaan Berlebihan: Permohonan yang mencakup 960 dokumen dinilai sebagai permintaan yang terlalu besar dan dapat mengganggu kinerja pemerintah daerah.
Keterlambatan dalam Pemrosesan: Proses penyelesaian permohonan informasi dinilai telah melampaui batas waktu yang wajar.
Ketersediaan Informasi Proaktif: Pemerintah Provinsi Jatim mengklaim bahwa informasi terkait pengadaan sudah diumumkan secara berkala melalui sistem LPSE, sehingga keberatan atas kurangnya informasi tidak dapat diterima.
Informasi yang Dikecualikan: Beberapa dokumen yang diminta dianggap mengandung informasi yang dikecualikan dari akses publik dan membukanya dapat berpotensi menimbulkan kerugian.
Pelanggaran Batas Waktu: Permohonan informasi dianggap telah diajukan setelah lewat batas waktu yang ditentukan dalam Peraturan Gubernur Nomor 78 Tahun 2020.
Pemerintah Provinsi Jatim juga berpendapat bahwa kewajiban mereka adalah menyediakan informasi dalam bentuk rekapitulasi, bukan menyediakan dokumen mentah secara keseluruhan.
Sengketa hukum di PTUN Surabaya ini menguji dua regulasi penting di Indonesia: UU KIP dan PP Nomor 43 Tahun 2018. Sidang ini lebih dari sekadar perselisihan administratif; ini adalah ujian atas komitmen Pemerintah Provinsi Jatim terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Hasil putusan PTUN nantinya akan menjadi penentu bagi hak masyarakat untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan kewajiban badan publik untuk menyediakan informasi yang relevan dengan pengelolaan keuangan negara.
Sidang ini akan dilanjutkan pada Rabu, 5 November 2025, dengan agenda pembacaan putusan dari hakim PTUN. (*)